Kejaksaan Agung RI mendalami kemungkinan adanya dugaan tindak pidana pencucian (TPPU) dalam dugaan kasus penerbitan persetujuan ekspor (PE) fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) alias mafia minyak goreng. "Apakah ini TPPU? Semua tidak menutup kemungkinan akan kami kembangkan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (22/4/2022). Di sisi lain, Febrie menyatakan pihaknya juga tengah mendalami kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus tersebut. Pihaknya bakal melakukan analisa dan evaluasi internal terlebih dahulu.

"Apakah ada tersangka lain? Dari alat bukti, ini masih kami evaluasi dengan media ekspose yang dihadiri lengkap jajaran direktur kami, ada staf ahli, penyidik. Ini akan terus kami kembangkan," ungkap dia. KPK berkomitmen bakal menindak bagi siapa pun yang terlibat kasus mafia minyak goreng. "Apabila ada yang terlibat dalam proses penyidikan maka akan kami tetapkan tersangka termasuk pemanggilan saksi," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, teka teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap. Setidaknya ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut. "Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022). Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indrasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.

Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parulian Tumanggor. Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup. "Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu 2 alat bukti," ungkap Burhanuddin. Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor. Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.

"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya. Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indrasari agar mendapatkan persetujuan ekspor. "Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO. Yang bukan berasal dari perkebunan inti," beber dia.

Adapun Indrasari dan Parlindungan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung Ri. Sementara itu, Togar dan Stanley ditahan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. "Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," pungkasnya. Atas perbuatannya itu, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 54 Ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang Undang tentang Perdagangan, Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Berikutnya, Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, jo Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teksnis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Oil, dan UCO.

Leave A Comment

Recommended Posts